Minggu, 24 Oktober 2010

Materi Jangan Menjadi Ukuran dalam Pendidikan

JAKARTA – Ada kekuatan batin yang menentukan dalam pendidikan anak. Saat ini, anak-anak tidak lagi berada di dunianya karena segala hal dihitung dengan materi. Kalau ukuran pendidikan hanya masalah fisik, pendidikan yang kita lakukan adalah pendidikan tanpa batin. Itu berarti kita gagal dalam mendidik anak bangsa. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Malik Fadjar seusai peluncuran buku Spritualisasi Pendidikan Alternatif Abad 21, karangan H. Maulwi Saelan di Jakarta, Senin, 3 Februari 2003.


Setelah diteliti mengenai apa yang paling mengesankan bagi anak-anak selama bersekolah, ternyata mereka menjawab komunikasi. Komunikasi yang interaktif itulah yang paling mengesankan bagi anak-anak kita. Bukan gedung mewah yang kita bangun, tetapi sentuhan batin bagi mereka. Itulah yang terpenting. Pendidikan kita kehilangan hal itu karena lebih banyak berorientasi pada materi. “Hal itu juga terjadi pada guru kita. Saya sudah pernah merasakan menjadi guru di tahun 1960-an. Bagaimana fasilitas dan gaji minim, tetapi ada sesuatu yang kita dapatkan saat mengajar. Sesuatu itulah yang kini hilang, yang tidak ada pada guru-guru kita. Hal itulah yang harus kita tumbuhkan kembali dalam dunia pendidikan kita,” katanya.


Menyangkut anggaran pendidikan yang rendah, Malik mengatakan bahwa ada nilai pedagogis yang juga oenting dalam mendidik anak bangsa. Selama ini, siswa kita belajar tidak dengan suasana pedagogis yang memadai. “ Satu anak seharusnya menempati ruang 1.5 meter dalam belajar, tetapi kini ada sekolah-sekolah yang membuat satu meter untuk tiga orang. Bayangkan, hal seperti itulah yang terjadi pada kita, “ katanya.


Selain itu, Malik juga menyoroti kurang maksimalnya sekolah dalam memanfaatkan fasilitas yang ada. Gedung-gedung sekolah sebagian kosong setelah jam 12 siang. Kondisi pendidikan dasar dan menengah kita masih sangat memperhatinkan. Rencana Wajib Belajar yang seharusnya selesai tahun 2004 terpaksa diundur hingga tahun 2008. “ Jangankan di daerah-daerah, di ibu kota saja ada SD yang ambruk. Itu menggambarkan betapa kondisi pendidikan dasar kita masih sangat rendah,” katanya.


Dia juga mengatakan, sejak ada dana pinjaman dari luar negri untuk pendidikan, Depdiknas justri meningkatkan anggaran untuk pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi justru mendapat jumlah lebih banyak dibandingkan pendidikan dasar dan menengah. Ke depan, kata dia, hal itu tidak akan terjadi lagi. “Sudah menjadi tekad kita, begitu anggaran pendidikan 20 persen terpenuhi, kita akan konsentrasi penuh ke basic education. Itu dulu yang terpenting yang harus kita penuhi, “ katanya.


Parera,Jos Daniel dan Frans Asisi Datang. 2003. Pelajaran Berbahasa Indonesia 3. Jakarta : Penerbit Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar